Analisis Kadar Protein

A. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein dapat mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.

Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi. Disamping berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar larut dalam air. Sebagai contoh, rambut dan kuku adalah suatu protein yang tidak larut dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein yang terdapat dalam bagian putih telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi.

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan protein yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.

Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.

B. Struktur Protein

Secara teoritik dari 20 jenis asam amino yang ada di alam dapat dibentuk protein dengan jenis yang tidak terbatas. Struktur protein terbagi menjadi beberapa bentuk yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener.

  1. Struktur Primer

Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam molekul protein. Oleh karena ikatan antar asam amino ialah ikatan peptida, maka struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya diketahui. Salah satu contoh struktur primer protein yaitu struktur primer enzim ribonuklease yang berasal dari cairan pankreas.

Gambar 1. Struktur primer ribonuklease
(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

 

  1. Struktur Sekunder

Bila hanya struktur primer yang ada dalam protein, maka molekul protein tersebut akan merupakan bentuk yang sangat panjang dan tipis. Bentuk tersebut memungkinkan terjadinya banyak sekali reaksi dengan senyawa yang lain, yang kenyataannya hal tersebut tidak terjadi di alam. Dalam kenyataannya struktur protein biasanya merupakan polipeptida yang terlipat-lipat; merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Pada rantai polipeptida terdapat banyak gugus karboksil dan gugus amino. Kedua gugus ini dapat berikatan satu dengan yang lain karena terbentuknya ikatan hidrogen antara atom oksigen dari gugus karboksil dengan atom hidrogen dari gugus amino. Apabila ikatan hidrogen ini terbentuk antara gugus-gugus yang terdapat dalam satu rantai polipeptida, akan terbentuk struktur heliks seperti tampak pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur alfa heliks suatu polipeptida

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai polipeptida atau lebih dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan bentuk heliks tetapi rantai sejajar yang berkelok-kelok dan disebut struktur lembaran berlipat (plated sheet structure).

Ada dua bentuk lembaran berlipat, yaitu bentuk paralel dan bentuk anti paralel. Bentuk paralel terjadi apabila rantai polipeptida yang berikatan melalui ikatan hidrogen itu sejajar dan searah, sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptia berikatan berikatn dalam posisi sejajar tetapi berlawan arah. Struktur alfa heliks dan lembaran berlipat merupakan struktur sekunder protein.

Gambar 3. Struktur lembaran berlipat paralel

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Gambar 4. Struktur lembaran berlipat anti paralel

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

 

Contoh bahan yang memiliki struktur ini ialah bentuk α-heliks pada wol, bentuk lipatan-lipatan (wiru) pada molekul-molekul sutera, serta bentuk heliks pada kolagen. Dalam bentuk lipatan-lipatan, kerangka peptida protein mempunyai pola zig-zag dengan gugus R mencuat ke atas dan ke bawah. Struktur sekunder terdiri dari satu rantai polipeptida.

 

  1. Struktur Tersier

Artinya adalah susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder bentuk lain. Contoh: beberapa protein yang mempunyai bentuk α-heliks dan bagian yang tidak berbentuk α-heliks. Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini dihubungkan dengan ikatan hydrogen, ikatan garam, ikatan hidrofobik, dan ikatan disulfida. Ikatan disulfida merupakan ikatan yang terkuat dalam mempertahankan struktur tersier protein. Ikatan hidrofobik terjadi antara ikatan-ikatan nonpolar molekul-molekul, sedang ikatan-ikatan garam ternyata tidak begitu penting peranannya terhadap struktur tersier molekul. Ikatan garam mempunyai kecenderungan bereaksi dengan ion-ion lain di sekitar molekul.

Gambar 5. Beberapa jenis ikatan yang terdapat pada polipeptida

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

 

  1. Struktur Kuartener

Struktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai polipeptida. Tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu protein, maka disebut struktur kuartener. Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk persekutuan.

Gambar 6. Struktur kuartener protein globuler yang kompleks

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Gambar di atas menunjukkan suatu model struktur kuartener yang terdiri atas dua unit protein globular. Sebagai contoh enzim fosforilase terdiri atas dua unit protein yang bila terpisah tidak memperlihatkan aktivitas enzim, tetapi bila bersekutu membentuk enzim yang aktif, karena kedua unit protein ini sama, maka disebut struktur kuartener homogen. Apabila unit-unit itu tidak sama, misalnya virus mozaik tembakau, disebut kuartener heterogen.

 

C. Klasifikasi Protein

Protein dapat digolongkan berdasarkan struktur susunan molekul, kelarutan, keberadaan senyawa lain dalam molekul, tingkat degradasi, dan fungsinya.

  1. Struktur susunan molekul
    – Protein fibriler/skleroprotein adalah protein yang berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, ataupun alkohol. Berat molekulnya yang besar belum dapat ditentukan dengan pasti dan sukar dimurnikan. Susunan molekulnya terdiri dari rantai molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan semula. Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk struktur bahan dan jaringan. Kadang-kadang protein ini disebut albuminoid dan sklerin. Contoh protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, myosin pada otot, keratin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.
    – Protein globuler/sferoprotein yaitu protein yang berbentuk bola. Protein ini banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur, dan daging. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah mengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam, dan basa dibandingkan protein fibriler. Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologisnya seperti yang dialami oleh enzim dan hormon.
  2. Kelarutan
    Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup, yaitu albumin, globulin, glutelin, prolamin, histon dan protamin.
    a. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin telur, albumin serum, dan laktalbumin dalam susu.
    b. Globulin: tidak larut dalam air, terkogulasi oleh panas, larut dalam larutan garam encer, dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi (salting out).
    c. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam atau basa encer. Contohnya glutelin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
    d. Prolamin atau gliadin: larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air maupun alkohol absolut. Contohnya gliadin dalam gandum, hordain dalam barley, dan zein pada jagung.
    e. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Histon dapat mengendap dalam pelarut protein lainnya. Histon yang terkoagulasi karena pemanasan dapat larut lagi dalam larutan asam encer. Contohnya globin dalam hemoglobin
    f. Protamin: adalah protein paling sederhana dibandingkan protein-protein lain. Protein ini larut di dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas. Larutan protamin dapat mengendapkan protein lain, bersifat basa kuat, dan dengan asam kuat membentuk garam kuat. Contohnya salmin dalam ikan salmon, klupein dalam ikan herring, skombin (scombin) pada ikan mackerel, dan siprinin (cyprinin) pada ikan karper.
  3. Protein Konjugasi
    Protein yang mengandung senyawa lain yang nonprotein disebut protein konjugasi, sedangkan protein yang tidak mengandung senyawa nonprotein disebut protein sederhana. Ada bermacam-macam protein konjugasi, yang perbedaannya terletak pada senyawa nonprotein yang bergabung dengan molekul proteinnya.
    a. Nukleoprotein merupakan jenis protein konjugasi yang tersusun oleh protein dan asam nuklet. Protein jenis ini terdapat pada inti sel dan kecambah biji-bijian.
    b. Glikoprotein merupakan jenis protein konjugasi yang tersusun oleh protein dan karbohidrat. Protein ini terdapat pada musin pada kelenjar ludah, tendomusin pada tendon dan hati.
    c. Fosfoprotein merupakan jenis protein konjugasi yang tersusun oleh protein dan fosfat yang mengandung lesitin. Protein ini terdapat pada kasein susu dan vitelin atau kuning telur.
    d. Kromoprotein (metalprotein) yaitu jenis protein konjugasi yang terusun oleh protein dan pigmen (ion logam). Protein ini terdapat pada hemoglobin.
    e. Lipoprotein yaitu jenis protein konjugasi yang tersusun atas protein dan lemak. Protein ini terdapat pada serum darah, kuning telur, susu dan darah.

 

D. Fungsi Protein

Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain.

  1. Sebagai Enzim
    Enzim merupakan biokatalisator yang dapat menurunkan energi aktivasi sehingga dapat mempercepat reaksi. Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim; dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbondioksida sampai yang sangat rumit seperti replikasi kromoson. Hampir semua enzim menunjukkan daya katalitik yang luar biasa dan biasanya dapat mempercepat reaksi sampai beberapa juta kali. Sampai kini lebih dari seribu enzim telah dapat diketahui sifat-sifatnya dan jumlah tersebut masih terus bertambah. Protein besar peranannya terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologis.
  1. Alat Pengangkut
    Banyak molekul dengan bobot molekul kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedang myoglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferrin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks dengan ferritin, suatu protein yang berbeda denga transferrin.
  1. Pengatur Pergerakan
    Protein merupakan komponen utama daging. Gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran. Pergerakan flagella sperma disebabkan oleh protein.
  1. Penunjang Mekanis
    Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
  1. Pertahanan Tubuh/Imunisasi
    Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteria, dan sel-sel asing lain. Protein ini pandai sekali membedakan benda-benda yang menjadi anggota tubuh dengan benda-benda asing.
  1. Media Perambatan Impuls Syaraf
    Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rhodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor/penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata.
  1. Pengendalian Pertumbuhan
    Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter badan.

 

E. Metode Penetapan Kandungan Protein Dalam Bahan Pangan

  1. Analisis Kualitatif
    a. Reaksi Xantoprotein

Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzene yang terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. Jika kulit terkena nitrat berwarna kuning, hal tersebut terjadi karena reaksi xantoprotein.

         b. Reaksi Hopkins-Cole

Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.

Gambar 7. Reaksi Hopkins-Cole

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut. Pada dasarnya reaksi Hopkins-Cole memberikan hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein.

          c. Reaksi Millon

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil positif.

           d. Reaksi Nitroprusida

Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif. Gugus –s–s– pada sistin apabila direduksi dahulu dapat jugamemberikan hasil positif.

           e. Reaksi Sakaguchi

Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberi hasil positif apabila ada gugus guanidine. Jadi arginine atau protein yang mengandung arginine dapat menghasilkan warna merah.

 

  1. Analisis Kuantitatif
    a. Metode Kjeldahl

Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Metode tersebut dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena kandungan senyawa lain memiliki jumlah yang cenderung sedikit. Penentuan jumlah N total ini dikatakan sebagai representasi jumlah protein yang akan dicari. Kadar protein hasil dari analisis kadar protein metode Kjeldahl ini dengan demikian sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).

Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai.

Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara) maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan:

                              Jumlah N x 100/16 atau

Jumlah N x 6,25

Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan beberapa jenis protein telah diketahui faktor perkaliannya.

Tabel 1. Faktor Perkalian N Beberapa Bahan

Macam Bahan Faktor Perkalian
Bir, sirup, biji-bijian, ragi 6,25
Buah-buahan, teh, anggur, malt 6,25
Makanan ternak 6,25
Beras 5,95
Roti, gandum, makaroni, mie 5,70
Kacang tanah 5,46
Kedelai 5,75
Kenari 5,18
Susu 6,38
Gelatin 5,55

Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007

 

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.

  1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur C, H, O, N, dan S. Jumlah asam sulfat yang digunakan tergantung pada kandungan protein, lemak dan karbohidrat bahan pangan yang dianalisis. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak perlu 17,8 gram, sedangkan 1 gram karbohidrat perlu asam sulfat sebanyak 7,3 gram. Karena lemak memerlukan asam sulfat yang paling banyak dan memerlukan waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan lebih dahulu sebelum destruksi dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml (18,4 gram). Sampel yang dianalisis sebanyak 0,3 – 3,5 gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02 – 0,04 gram.

Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1) dan atau K2SO4 dan CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3oC. Suhu destruksi berkisar antara 370 – 410oC.

Protein yang kaya asam amino histidin dan tryptophan umumnya memerlukan waktu yang lama dan sukar dalam destruksinya. Untuk bahan seperti ini memerlukan katalisator yang relatif lebih banyak.

  1. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam klorida (HCl) atau asam borat (H3BO3) 4%. Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka indikator yang digunakan yaitu phenolftalein (PP). Sementara itu, apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka digunakan indikator (BCG + MR). Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai adanya perubahan warna larutan dalam erlenmeyer menjadi hijau muda.

  1. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

            %N =  x N NaOH x 14,008 x 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat makan banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

            %N =  x N HCl x 14,008 x 100%

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada presentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

          b. Metode Lowry

Protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Konsentrasi protein diukur berdasarkan optical density (OD) pada panjang gelombang 600 nm (OD terpilih). Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD. Biasanya digunakn protein standar Bovine Serum Albumin (BSA) atau Albumin Serum Darah Sapi. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdat (1:1); dan larutan Lowry B yang terdisi dari Na-karbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah sebagai berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojog dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojog dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang 600 nm. Cara Lowry 10-20 kali lebih sensitif daripada cara UV atau cara Biuret.

          c. Metode Biuret

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam (-CONH2) yang berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti – CSNH2; – C(NH)NH2; – CH2NH2; – CRHNH2; – CHOHCH2NH2 – CHOHCH2NH2 – CHNH2CH2OH; – CHNH2CHOH.

Dengan demikian uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti biuret atau malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.

Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar 8. Reaksi positif adanya protein

(Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007)

Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Penentuan protein cara biuret adalah dengan mengukur OD pada panjang gelombang 560-580 nm. Agar dapat dihitung banyaknya protein dalam bahan maka perlu lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang gelombang terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena hanya protein atau senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali urea.

           d. Metode Spektrofotometer UV

Reagen yang digunakan pada metode ini yaitu reagen bradford. Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal ini tertutama oleh adanya asam amino tirosin triptophan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan  tidak merusak bahan. Untuk keperluan perhitungan juga diperlukan kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD.

          e. Metode Turbudimetri atau Kekeruhan

Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic Acid (TCA), Kalium Ferri Cianida K4Fe9(CN)6 atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter. Tabel atau kurva juga harus dibuat terlebih dahulu untuk menunjukkan hubungan antara kekeruhan dengan kadar protein (dapat ditentukan dengan cara Kjeldahl). Cara ini hanya dapat dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan dan hasilnya biasanya kurang tepat.

         f. Metode Pengecatan

Beberapa bahan pewarna misalnya Orange G, Orange 12 dan Amido Black dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter), maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat. Tentunya tabel atau kurva standar perlu dibuat terlebih dahulu untuk keperluan ini.

          g. Metode Titrasi Formol

Larutan dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksi) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah PP, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penetuan protein.

Reaksi titrasi formol adalah sebagai berikut:

Gambar 9. Reaksi Titrasi Formol

(Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007)

 

***

Referensi:

Poedjiadi dan Supriyanti. (2005). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Sudarmadji, dkk.. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Winarno. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.